

Center Of Excellent Poltekkes Kemenkes Mamuju
Poltekkes Kemenkes Mamuju yang berdiri sejak tahun 2011 adalah salah satu perguruan tinggi kesehatan di Sulawesi Barat dengan 4 program studi, yaitu Gizi, Kesehatan Lingkungan, Keperawatan dan Kebidanan. Visi Poltekkes Kemenkes Mamuju adalah menjadi pusat pendidikan tinggi yang unggul berbasis kesehatan keluarga pada tahun 2022. Dalam pencapaian visi tersebut, selain pengembangan tridharma perguaruan tinggi juga dibutuhkan pengembangan institusi sebagai Pusat Unggulan Ipteks yang mampu bersinergi dengan lintas sektor sehingga peran institusi tidak hanya menghasilkan lulusan tetapi juga berperan dalam penyelesaian masalah di Indonesia khususnya di Sulawesi Barat.
Pusat Unggulan Ipteks Poltekkes Kemenkes (PUI-PK) atau yang dikenal sebagai Center of Excellence (CoE) yang akan dikembangkan di Poltekkes Kemenkes Mamuju adalah Pusat Studi Stunting (Stunting Study Center). Stunting study center sebagai pusat unggulan yang akan dikembangakan Poltekkes Mamuju berdasarkan prevalensi stunting di Sulawesi Barat yang menduduki peringakat kedua berdasarkan hasil riskedas 2010, 2013 dan 2018 dengan nilai prevalensi sebesar > 40%. Prevalensi tersebut melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan oleh WHO yaitu sebesar 20%.
Berdasarkan data tersebut maka Poltekkes Kemenkes Mamuju sebagai institusi pendidikan dapat berperan dalam menghasilkan riset, publikasi hingga produk yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakata maupun lintas sektor dalam pencegahan dan penanganan stunting. Kolaborasi antar program studi dilingkungan Poltekkes Kemenkes Mamuju maupun lintas sektor diharapkan dapat mencapai tujuan dari pengembangan stunting studi center yang akan dikembangkan dan meminimalisir kejadian stunting di Sulawesi Barat.
Dapat di download pada link: https://bit.ly/2HfoG5V
Budong-Budong – Dalam rangkaian kegiatan penarikan Praktek Kerja Lapangan (PKL) Terpadu Poltekkes Kemenkes Mamuju yang berlangsung di Aula Kecamatan Budong-Budong (25/04/2019), Direktur Poltekkes Kemenkes Mamuju, H. Andi Salim, SKM., M.Kes berbagi ilmu tentang stunting dihadapan para peserta. Hal ini sejalan dengan tema yang diangkat dalam PKL Terpadu kali ini yaitu “Pencegahan dan Penanggulangan Stunting dengan Pendekatan Keluarga”.
Menurut Direktur begitu pentingnya masalah stunting ini untuk ditanggulangi, maka dalam debat Cawapres, tema stunting menjadi salah satu masalah yang diangkat. Stunting adalah masalah kurang gizi, yang jika diukur tinggi badan dan umur tidak seimbang. Jika digambarkan, ada 10 orang anak balita berjejer, maka ada 1 atau 2 orang diantara meraka yang paling pendek, itulah yang masuk kategori stunting.
Secara khusus masalah stunting adalah masalah gizi yang kronis atau cukup lama sehingga melahirkan anak yang sangat pendek dan secara kognitif sangat rendah. Jadi kalau dikelas nilainya biasanya di bawah rata-rata.
Penyebab stunting adalah kurang gizi. Mulai dalam kandungan kemudian lahir sampai umur di bawah 5 tahun. Cara pencegahannya kita harus memutus mata rantai terjadinya stunting, maka dari itu dimana-mana petugas kesehatan melakukan penyuluhan tentang stunting. Upaya pencegahan dimulai dari persiapan hamil atau persiapan perkawinan.
Angka perkawinan usia muda di Sulawesi Barat sangat tinggi, jadi ini kemungkina ada korelasi dengan angka stunting yang cukup tinggi. Putra-putri kita harus disiapkan sejak remaja untuk memasuki usia perkawinan. Secara fisik dan mental sudah siap menikah.
Anak putri kita jika ingin menikah harus memperbaiki kesehatan dan gizinya, jangan kurang gizi menikah maka akan melahirkan bayi kurang gizi. Demikian halnya dengan calon bapak, harus siap terutama memberikan nafkah untuk keluarganya kelak.
Alumni gizi Universitas Hasanuddin ini menuturkan bahwa untuk penanggulangan stunting dikenal istilah 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan), dimulai dalam kandungan selama 9 bulan sampai umur 2 tahun. Pada intinya adalah perbaikan gizi ibu hamil. Ibu hamil dengan gizi yang baik akan bertambah berat badan antara 10 – 12 kg, jika kurang dari itu kemungkinan melahirkan anak yang kurang gizi.
Untuk tingkat keluarga, prioritas utama untuk gizi keluarga adalah Ibu hamil. Jangan diberikan beban pekerjaan yang berlebihan kepada ibu hamil sehingga peran suami sangat dibutuhkan. Pada saat anak lahir, pada umur 0 – 6 Bulan tidak ada makanan yang terbaik selain ASI, disini kembali diharapkan peran suami.
Dalam memasuki usia 7 Bulan, sudah mulai diberikan MP-ASI karena pada saat itu anak tidak cukup lagi hanya dengan ASI saja. Selanjutnya sampai umur 2 tahun jika terpenuhi gizinya dengan baik, maka Insya Allah generasi stunting tidak akan terjadi lagi.
Menurutnya jika kita membaca sejarah, orang jepang sebelum perang dunia kedua memiliki postur tubuh yang pendek. Karena perbaikan ekonomi, perbaikan gizi dan kesehatan maka sekarang para pemain bola Jepang memili postur tubuh yang tinggi. Jadi tidak benar anggapan bahwa jika orang tua pendek maka akan melahirkan anak juga akan pendek. Jika gizi baik, mulai dalam kandungan sampai umur 5 tahun, Insya Allah anaknya akan lebih tinggi dibanding orang tuanya. Selanjutnya perbaikan kualitas ibu hamil, Ibu hamil harus rutin memeriksakan kehamilannya ke petugas kesehatan.
Terakhir beliau menambahkan bahwa hal yang penting dilakukan adalah memantau pertumbuhan, jika dalam jangka waktu 2 bulan, bayi tidak naik pertumbuhannya maka seharusnya dikonsultasikan kepada petugas kesehatan. Terpenting adalah perbaikan ekonomi, karena di daerah miskin, walaupun petugas kesehatan setiap hari melakukan penyuluhan tentang perbaikan gizi ibu hamil dan balita tetapi sumber zat gizi yang susah, maka menanggulangi stunting tetap susah.
Saya yakin dengan daerah Mamuju Tengah ini, dari tingkat ekonomi sudah cukup bagus. Mudah-mudahan ke depan angka stunting di Mamuju Tengah ini bisa mencapai angka di bawah 20%. Saya kira untuk mencapai ini bukanlah hal yang mustahil karena potensi ekonomi di Mamuju Tengah cukup menjanjikan pungkasnya (Laporan: Ashriady).